
Di usia belia, jalan kehidupan ZA (13) sangat keras. Dia mesti berurusan dengan polisi karena dimanfaatkan sang ayah.
Dia diringkus anggota Direktorat Narkoba Polda Sulsel di Jalan Kandea III, Makassar, Senin (1/8) lalu. Saat itu, ZA ada di lokasi pesta sabu dilakukan Kasta (26) dan Yunus (36), di Kota Parepare.
Di dalam tas ZA ditemukan 17 bungkus paket kecil sabu, dan uang tunai Rp 760 ribu. Rupanya, dia adalah kurir narkoba dipekerjakan oleh ayah. Hingga kini dia belum dibebaskan, lantaran diduga menjadi kurir sabu. Kini polisi memburu ayah remaja itu. Alhasil, sudah tiga hari ZA tidak masuk sekolah sejak tertangkap.
"Kita punya waktu untuk menahan 6 x 24 jam guna dilakukan pengembangan kasus lebih lanjut," kata Direktur Direktorat Narkoba Polda Sulsel, Kombes Polisi Eka Yudha, Kamis (4/8).
Menurut Eka, ZA mengaku dijadikan kurir narkoba oleh ayahnya sejak dia masuk usia sekolah. Dia juga ditugaskan berjaga dengan upah Rp 50 ribu per hari. Tim Advokasi Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sulsel, Makmur mengatakan, pendidikan ZA tidak bisa dibiarkan terbengkalai. Apalagi dia belum ditetapkan sebagai tersangka, dan kasusnya belum dilakukan gelar perkara.
"Apapun yang terjadi nanti, terbukti atau tidak, ZA ini tidak boleh ditahan apalagi dijadikan tersangka. Karena dia hanyalah korban dan ini sudah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak," kata Makmur.
Praktik menggunakan bocah atau remaja buat menjadi kurir narkoba di Makassar, Sulsel, bukan baru terjadi. Sebelum penangkapan ZA (13), ternyata kejadian serupa pernah terjadi.
Menurut Makmur, remaja itu berinisial SB (15). Dia ditangkap oleh anggota Polsek Makassar tiga bulan lalu.
Dari Polsek Makassar, SB dirujuk ke Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Sulsel buat rawat jalan. SB adalah kurir dan pengguna narkoba sejak kelas IV SD. Dia adalah pecandu uap lem, ganja, lalu sabu.
"Pengakuan SB, bukan hanya dia kurir, karena teman-temannya yang lain juga kerja sebagai kurir narkoba. Bahkan dalam satu kelasnya di sekolah hampir semuanya pemakai narkoba," ujar Makmur.
Dalam menjalankan perannya sebagai kurir, kata Makmur, SB dilengkapi alat GPS (Global Positioning System) dari bos mempekerjakan. Gerak-gerik mereka selalu terpantau dan mudah terlacak.
Setiap kali sukses mengantar barang atau narkoba pesanan, selain diberi upah, kata Makmur, kurir-kurir cilik ini juga diberi bonus narkoba. Hal ini dimanfaatkan oleh mereka buat dikonsumsi atau dijual kembali.
"Mereka kadang pesta narkoba menikmati bonus, kemudian keluar untuk melakukan tindak kejahatan seperti membegal," ujar Makmur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar