Berita Nasional - Putusan dua tahun penjara bagi Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tak hanya menjadi perhatian Indonesia, melainkan sampai dunia internasional.
Setelah Uni Eropa, Duta Besar Inggris untuk Indonesia, dan Badan HAM PBB mengeluarkan pernyataan terkait kasus penistaan agama tersebut, kini giliran Anggota Parlemen HAM ASEAN yang mengecam hukum di Indonesia.
"Putusan tersebut sangat membingungkan tidak hanya bagi Indonesia, tapi juga bagi seluruh kawasan ASEAN. Indonesia dianggap sebagai pemimpin regional dalam hal demokrasi dan keterbukaan. Keputusan ini menempatkan posisi tersebut dalam bahaya dan menimbulkan kekhawatiran tentang masa depan Indonesia sebagai masyarakat yang terbuka, toleran, dan beragam, "kata Charles Santiago, anggota Parlemen Malaysia dan Ketua Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia (APHR), seperti dikutip dari laman resmi APHR, Rabu 10 Mei 2017.
APHR menyatakan bahwa Ahok telah menjadi korban meningkatnya ekstremisme dan politik yang menggunakan identitas agama. Putusan pengadilan ini memiliki dampak di luar asas keadilan bagi satu individu.
"Ini adalah kemenangan untuk intoleransi dan pertanda buruk hak-hak minoritas. Pada saat kebebasan fundamental, termasuk kebebasan berekspresi dan kebebasan beragama, berada di bawah ancaman yang semakin meningkat di seluruh wilayah, putusan
ini menggemakan sinyal yang salah kepada tetangga Indonesia di masyarakat ASEAN," lanjutnya.
APHR mengatakan bahwa putusan tersebut dapat mendorong kelompok garis keras berbasis agama di Indonesia dan mempertanyakan lebih lanjut mengenai hukum penistaan agama yang keras di Indonesia, dimana memungkinkan hukuman penjara sampai lima
tahun bagi mereka yang terbukti bersalah.
"Kasus ini menunjukkan perlunya Indonesia mengambil langkah-langkah untuk mengatasi meningkatnya intoleransi agama dan merevisi undang-undangnya untuk memastikan kepatuhan terhadap standar hak asasi manusia internasional, termasuk kebebasan berpikir, berekspresi, dan beragama," ungkap dia lagi.
Wakil Ketua APHR, Eva Sundari yang juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI mengatakan, tuduhan penistaan agama ini sering digunakan oleh kelompok konservatif mayoritas untuk membungkam lawan politik dan kelompok minoritas dan ini menyebabkan demokrasi di Indonesia bergerak mundur.
ASEAN sendiri harus menemukan cara untuk memastikan bahwa demokrasi tidak akan terkikis oleh intoleransi agama dan kelompok yang memanfaatkan perpecahan agama untuk melanjutkan agenda politik. Ini sudah terjadi di negara-negara seperti Myanmar, dan sekarang hal yang sama terjadi di Indonesia, yang merupakan barometer demokrasi regional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar