
MajalahAnalisa.com, Jakarta, KPK memeriksa mantan Menteri Koordinator Perekonomian Prof Dorodjatun Kuntjoro-Jakti sebagai saksi kasus dugaan korupsi penerbitan surat keterangan lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI). Dorodjatun diperiksa penyidik terkait perannya sebagai Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK).
"Dorodjatun diperiksa sebagai Ketua KKSK, jadi memang tentu kita perlu lihat karena surat tersebut ditandatangani saksi saat itu sebagai Ketua KKSK," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta, Selasa (2/1/2018).
Febri mengatakan penyidik juga ingin mengetahui proses pembuatan surat tersebut. Sebab, menurut Febri, ada tahapan dalam penerbitan surat tersebut.
"Kita ingin tahu bagaimana proses pembuatan surat itu usulan siapa dan proses perdebatan sebelumnya seperti apa. Karena ada tahapan SKL itu terbit misalnya klasifikasi utang sebelumnya sampai diputuskan seluruh kewajiban selesai sehingga SKL bisa diterbitkan," kata Febri.
Agen Sakong Online
Dorodjatun menjabat Menteri Koordinator Perekonomian pada 9 Agustus 2001 hingga 20 Oktober 2004. Setelah diperiksa KPK, Dorodjatun enggan memberikan tanggapan atas pemeriksaan KPK hari ini. Dorodjatun diperiksa sebagai saksi untuk dimintai keterangan untuk tersangka Syafruddin Arsyad Temenggung.
"Tanya saja KPK," ujar Dorodjatun.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka selaku mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Kasus berawal pada Mei 2002. Syafruddin menyetujui KKSK atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.
Namun, pada April 2004 Syafruddin malah mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban atau yang disebut SKL (surat keterangan lunas) terhadap Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang memiliki kewajiban kepada BPPN.
SKL itu dikeluarkan mengacu pada Inpres Nomor 8 Tahun 2002 yang dikeluarkan pada 30 Desember 2002. KPK menyebut perbuatan Syafruddin menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 3,7 triliun.
Sumber dari, detikNews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar