NASIONAL - Mahesh, warga Jalan Fatmawati, JakartaSelatan, yang terkena dampak pembangunan mass rapid transit (MRT) menyatakan, sejak lama merelakan tanahnya diambil. Namun, ia meminta prosesnya dilakukan secara adil.
Mahesh adalah salah satu warga yang selama ini belum mau memberikan tanahnya. Sebab, Pemprov DKI hanya mau membayar pembebasan lahan dengan harga Rp 33 juta per meter.
Mahesh dan enam orang lainnya kemudian menggugat ke pengadilan. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan sebagian permohonan mereka dengan mewajibkan pemerintah membayar Rp 60 juta per meter. Namun, Pemprov DKI mengajukan kasasi dan kini menunggu putusan Mahkamah Agung (MA)
"Saya berkali-kali mengatakan tanah itu boleh dipakai. Silakan dipakai untuk pembangunan nasional. Dengan catatan tunggu putusan MA atau appraisal ulang," ujar Mahesh saat ditemui Sabtu (21/10/2017).
Pada Jumat (20/10/2017), Mahesh ditemui oleh Gubernur Anies Baswedan. Pada kesempatan itu, Mahesh menyatakan bahwa dirinya sudah rela menyerahkan tanahnya. Namun dengan syarat pengambilalihan lahan harus menaati peraturan yang berlaku.
"Appraisal ulang itu menggunakan UU 2 Tahun 2012 secara keseluruhan. Jadi itikad baik dari warga sangat jelas bahwa ini program nasional, silakan diselesaikan. Cuma mau diselesaikan berdasarkan apa? Putusan MA atau appraisal yang benar," ucap Mahesh.
Mahesh menyatakan sudah sejak lama merelakan agar tanahnya diekseskusi. Bahkan jauh sebelum ditemui Anies.
Beberapa bulan lalu, Mahesh mengaku pernah ke Balai Kota DKI Jakarta untuk menyampaikan hal tersebut.
Ia datang ke Balai Kota setelah pengadilan memutuskan Pemprov DKI harus membayar ganti rugi lahan senilai Rp 60 juta per meter. Mahesh menyatakan ia dan sejumlah warga lainnya menerima keputusan itu dan meminta agar lahannya segera dieksekusi.
Namun, kedatangan Mahesh dan sejumlah warga tidak diterima oleh gubernur saat itu, Djarot Saiful Hidayat. Pemprov DKI diketahui lebih memilih mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung karena menganggap harga Rp 60 juta per meter terlalu mahal.
"Kalau kondisi kayak gini enggak ada yang untung pasti. Warga juga rugi, pemerintah juga rugi. Proyek yang harusnya selesai tiga tahun malah jadi lima tahun," ujar Mahesh.
Menurut Mahesh, jika proyek MRT bisa cepat selesai, maka warga bisa membuka usaha kembali.
Ia kemudian menceritakan banyaknya tempat usaha yang ada di sepanjang Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, tutup dalam beberapa tahun terakhir.
Hal itu dapat dilihat dari banyaknya ruko yang kosong dan dipasangi keterangan "disewakan".
"Coba perhatiin banyak yang lagi disewain. Karena lagi enggak ada yang nempatin," ujar Mahesh.
Mahesh adalah seorang pemilik toko karpet dan gorden "Serba Indah". Seperti tempat usaha lainnya, Mahesh menyebut tokonya juga sudah sepi pegunjung sejak dua tahun terakhir.
Proyek pembangunan MRT diketahui mulai dikerjakan sejak awal 2014 dan ditargetkan rampung tahun 2018.
"Harapan cuma satu, kalau setiap malam matahari turun, besok pagi pasti nyaman. Jadi kalau hari ini gelap, pasti ada sinar di hari besok," ujar pria yang sudah 25 tahun tinggal di Jalan Fatmawati ini.
AnalisaQQ™
Tidak ada komentar:
Posting Komentar